Lukisan Sunyi

Puisi -Puisi Karya : Ahmad Falhan

Tahun Berlalu

Sesaat kini sudah menepi

Di ujung randu menempah suri

Kini jauh tak berperi

Masih dungu seperti termangu

Tahun berlalu hingga kini sendi

Mendekap simpul-simpul kelabu

Seketsa yang abstrak berliku

Tahun ini sudahlah sunyi

Kapan berjalan menghenyah risau

Sakit begini

Menyambut malam tak juga mengerti

Di tahun sudah tinggal meniti

Singkap jerami tumbuk padi

Sebagai siap tahun teruslah mengerti.

Jakarta, 30 Desember 2020

Taman Pinus

Hati siapa tak bahagia melihat manusia duduk manis bergembira

Di taman pinus dahannya begitu teratur rupa

Tempat bersandar banyaknya hai simanis gula

Berkerumun membawa hikmah dan derita

Kepada siapa saja yang menyimpan dahaga pikir dan zikir

Kami menerawang ke angkasa menyibak tabir

Melepaskan semua  keheningan

Ditemani anak-anak bermain, berlarian mengejar mimpi

Yang terkadang sulit dimengerti

Keindahan ini tak boleh berhenti

seperti pinus melafaz tasbih saban hari

menerjemahkan kebisingan menjadi awan-awan sepi

kokoh menjulang diterpa hujan tak pernah berhenti

di sepanjang musim-musim kelabu

begitu berharganya titipan ini

di persimpangan jalan syahwat dan ambisi

taman indah tempat bersuka ria

mengejar-ngejar si buah hati yang sedang berlari

tetap sekarang dan juga nanti

Jakarta, 21 September 2021

Negeri para Nabi

Aku yang pernah datang kepadamu wahai negeri para nabi

Entah kapan akan dapat kembali

Memandangi sungai Nil yang membiru 

Seakan-akan memendam gurindam cinta dan ambisi

Membawa cerita Musa dalam kejayaan Firaun yang pudar direnggut keangkuhan

Airnya kami minum begitu segarnya mengisi sanubari

Kelezatan itu  setara kasih yang abadi di negeri para Nabi

Menyusuri delta yang begitu subur di setiap tepi

Tanahnya diangkut untuk menyemai butir-butir pasir di beberapa penjuru

Menjelajahi kota tua yang terlihat indah di malam hari

Semakin mengokohkan kau yang punya nama ratu dunia atau permaisuri

Angin sepoi-sepoi dihiasi lampu-lampu, indah mempesona 

Mengusir setiap cerita debu-debu fana yang berterbangan kala sinar surya di ufuk kepala

Betul-betul angkasa cinta

Selalu melekat di setiap hati, renyuh dan senyap 

 yang merindukan cahaya di tengah kegelapan 

Bagaikan musik cleopatra atau alunan merdu umi kulsum bintang dari timur julukannya

 Mendayu-dayu mesra wahai pujangga

Matilah kau ditimpa mesra sapu tangan sang maestro

Yang menyanyikan bait-bait Syauqi hingga Hafidz Ibrahim Beik

Menembus semua kelana walaupun jauh entah dimana 

Wahai derita cinta yang tak pernah pupus

Bila umur masih tersisa

Mungkin kita mengukir cerita 

Di atas pusara kejayaan yang denyutnya tetap terasa

Melambai-lambai tak pernah sirna

Jakarta 18 September 2021

Penulis Pernah menjadi ketua Komunitas sastra Indonesia (KSI) Korda Cairo Mesir 2004-2005