Oleh : Ahmad Falhan
Betapa pentingnya pendengaran kita, sayang sekali jika hanya digunakan untuk mendengar hal-hal yang tidak berguna. Banyak orang yang difabel, tapi masih berkeinginan mendengar banyak hal. Banyak juga yang bersekolah lantaran ingin menimba ilmu, walaupun dengan keterbatasan mereka. Tanggal tiga Maret 2023 adalah hari pendengaran sedunia, saya baru menyadari itu, ketika melihat sebuah perkumpulan yang sedang merayakan hari tersebut di salah satu bagian tempat di kawasan senayan Jakarta.
Kebanyakan mereka adalah penyandang tunarungu yang mencoba untuk bergembira dan bersuka ria bersama kawan-kawan sepenanggungan mereka. Ada banyak aksara yang ingin mereka sampaikan, walau dibatasi oleh kelemahan yang mereka miliki. Namun semangat untuk maju dan menatap masa depan tidak pernah surut dari jiwa mereka. Ini adalah pelajaran hidup yang menarik untuk dipikirkan dan direnungkan bagi orang yang memiliki kesempurnaan indra.
Orang yang difabel saja memiliki semangat yang tinggi, mestinya kita “yang sempurna” harus lebih bersemangat dalam berbuat untuk kemaslahatan hidup ini. Kekurangan bukanlah halangan, tapi kemauan yang sering sekali hilang dari diri kita. Semangat untuk berubah dan berevolusi dari yang tidak baik menjadi baik, atau dari yang baik menjadi yang lebih baik lagi. Selagi Allah SWT masih merestui langkah dan perjuangan kita, maka tidak ada kata untuk mengakhirkan dan mengabaikan setiap panggilan kebaikan. Dikhawatirkan restu dan izin Ilahi yang sekarang ada, suatu saat sudah lenyap dari pandangan kita.
Nikmat pendengaran yang Allah SWT anugerahkan, seyogyanya kita maksimalkan untuk menangkap nilai-nilai positif yang ada di dalam kehidupan kita. Kebaikan-kebaikan itu akan mengisi memori otak kita. Bahkan akan mempengaruhi semua sikap dan perilaku kita. Begitu pula sebaliknya, hal-hal negatif yang selalu didengar akan memberikan dampak buruk kepada sikap dan akhlak kita.
Zaman yang serba digital ini memberikan ruang yang sangat luas bagi kita untuk mendengar banyak hal, tetapi memilih bukanlah sebuah keniscayaan. Bukan malah menyerahkan semua pendengaran kita kepada semua narasi yang mengemuka di arus digital tersebut. Sudikah kita, jika otak yang kita miliki menjadi seperti tong sampah yang dimasuki oleh berbagai macam limbah, dari yang organik sampai yang non organik. Apalagi anak-anak kita yang sekarang sedang mengalami tumbuh kembang, sangat ironi jika memori mereka hanya berisi toksin-toksin yang datang dari berbagai macam arah.
Kewajiban memilih dan memilah yang terbaik itu sudah Allah SWT sampaikan di dalam al-Quran, surat al-Kahfi ayat 19 :
فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.
Walaupun ayat ini berbicara tentang kisah Ashabul Kahfi, namun pelajarannya tentu dapat diambil oleh semua manusia, yaitu untuk memilih asupan terbaik untuk jasmani dan rohani kita. Seperti halnya makanan yang tersedia di dalam hidangan arus digital saat ini, kita berhak untuk memilih makanan terlezat dan terbaik yang dapat kita konsumsi. Hanya sahaja hidangan tersebut adalah asupan-asupan untuk otak dan kepala kita.
Apa yang kita dengar, itu yang lebih dahulu terekam di dalam otak kita, barulah setelah itu indra penglihatan kita mengirim hasil dari objek yang dilihat.
Mungkin inilah rahasianya kenapa al-Quran selalu mendahulukan kata sama’ dari pada bashar dalam penyebutannya, misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 7
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
Jika demikian, betapa pentingnya pendengaran kita ini. Sehingga banyak hal yang tidak tertangkap oleh indera penglihatan, namun dapat ditangkap oleh pendengaran. Contohnya saja ketika kita terjaga dari tidur, respon pertama kali datang dari telinga dan pendengaran.
Berapa banyak orang yang tidak dapat melihat dengan organ mata mereka, sementara itu pendengaran mereka berfungsi dengan baik. Mereka dapat menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan. Bahkan dapat menghafal al-Quran dan juga paham arti dan maknanya.
Semoga kita dapat belajar dari kelebihan dan kekurangan yang telah Allah berikan kepada setiap hambanya, untuk kemudian berucap apa yang telah Allah SWT firmankan di dalam al-Quran surat Ali ‘Imran 191:
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Wallahu a’lam bishawab.