Orang-orang Jakarta

Oleh : Ahmad Falhan

Hujan terus mengguyur kota Jakarta, rintik-rintik hujan membasahi ruas jalan yang nampak basah sejak sedari subuh tadi. Mungkin karena hujan adalah anugerah terindah dari Allah SWT, sehingga tidak menghentikan gerak langkah anak manusia. Sorak sorai gembira pejuang kilometer memecah keheningan pagi ini. Terlihat dari gestur wajah mereka begitu sangat gembira. Banyak pula orang mencari nafkah di sudut-sudut jalan ataupun trotoar, menjajakan produk- produk yang telah mereka siapkan sejak tadi malam, di rumah-rumah mereka. Orang-orang menyebut moment hari ahad yang penuh ceria itu dengan sebutan Car Free Day.

Tidak lama, hanya dari fajar sampai jam sepuluh pagi. Namun orang-orang jakarta tumpah ruah, berusaha melenyapkan kepenatan bekerja mereka selama enam hari. Entah dari arah  mana mereka datang. Tapi yang jelas tujuan mereka sama untuk menghilangkan kejenuhan dan berolahraga. Meninggalkan sejenak beban yang mereka miliki.

Tawa dan ceria sungguh sayang jika ditahan, karena itu adalah nikmat terindah yang kita miliki. Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pepatah, 

نحن نضحك ما كان الضحك رخيصا

Kita tertawa selagi tertawa itu murah harganya

Banyak orang yang ingin tertawa, namun terhalang oleh kesusahan dan kesedihan. Nikmat yang begitu indah itu terkadang kita lupakan. Padahal harganya tak dapat diukur dengan harta benda. Maka bersyukurlah jika kita masih bisa tertawa. Tundukkan jiwa raga, Seraya menghargai apa yang telah Allah SWT titipkan kepada kita semua.

Mungkin saja tawa kita akan berganti dengan kesedihan. Namun, yang jelas keceriaan kita hari ini akan berbeda dengan keceriaan kita di hari yang akan datang, karena semuanya memiliki pengalaman dan spiritnya masing-masing.

Kegembiraan dan keceriaan di jalanan pusat ibu kota ini, adalah ekspresi lintas sektoral dalam kehidupan masyarakat, yaitu ketika orang sudah mulai mencoba melupakan strata sosial yang mereka miliki. Fenomena ini dapat memberikan secercah harapan bagi kaum proletar, tanpa harus merasa sungkan dan malu terhadap kaum borjuis. Semuanya berjalan kaki, ada pula yang bersepeda, bergerak menyusuri jalan utama ibu kota.

Konsolidasi pekanan ini adalah murni kegiatan sosial tanpa sekat, yang dapat menciptakan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat. Bertegur sapa dan bertukar informasi, adalah modal awal untuk menciptakan kesepahaman persepsi dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk dan heterogen ini, untuk menghilangkan kesalahpahaman dan keangkuhan dalam jiwa kita.

Fenomena semacam ini juga seyogyanya harus lestari dalam kehidupan beragama kita, bukankah Rasulullah telah banyak menyeru kita untuk mengeratkan tali silaturrahim dan persatuan, diantaranya Rasulullah SAW telah bersabda :

عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه بعضاً ، ثم شبك بين أصابعه ، وكان النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة أقبل علينا بوجهه ، فقال : اشفعوا تؤجروا ، ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء ” . رواه البخاري ، ومسلم ، والنسائي

Dari Abu Musa al-Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki dikehendaki .”(HR. Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i) 

Teruslah mengenal kawan kita. Saling menyelami penderitaan masing-masing adalah obat yang mujarab untuk menghindari gejolak sosial. Semua prinsip ini sudah ditawarkan oleh rasulullah SAW sejak periode Makkah dan berlanjut di periode Madinah. Bahkan prinsip berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing sudah dipraktekan oleh generasi awal Islam, yaitu ketika mereka sedang menghadapi embargo ekonomi dari kaum kafir Quraisy yang notabenenya sudah mengisolasi mereka di lembah Abu Thalib. Selama tiga tahun mereka harus mengalami kelaparan, karena tidak boleh melakukan hubungan ekonomi dengan saudara mereka sebangsa dan setanah air. 

Hanya dengan berpegang teguh dengan tali persaudaraan banyak masalah-masalah yang teratasi. Sehingga hampir delapan abad lamanya umat Islam dapat memberikan inspirasi besar kepada dunia, yang dikemudian hari dikembangkan oleh barat, sehingga menjadi penemuan-penemuan modern saat ini.

Kalau kita dapat tertawa saat ini, bukan berarti kita akan selamanya dapat tertawa. Bisa jadi di lain waktu kita akan kesulitan melakukannya. Agar lebih bermakna, ada baiknya mungkin kita bagi kegembiraan dan tawa kita kepada saudara kita yang lain, untuk mengisi lembaran-lembaran hidup kita, di sini, di kota yang semakin tua umurnya, Jakarta atau Batavia orang menyebutnya.