Antara rasa dan fakta

Oleh : Irfa Afrini

Seberapa sering kita mengalahkan diri dengan rasa , sebuah kemaksiatan ketika dilakukan mungkin ada rasa kenikmatan ataupun kesenangan tapi melihat faktanya maka akan timbul ketidak tenangan.

Misal asyik menggibahi orang lain karena hanya melihat kekurangan dan kekurangan, ada pula  seorang mahasiswa yang menyontek atau seorang kaya yang meninggalkan bayar zakat .

Mungkin saja si orang tersebut bisa senang pada saat mengumbar kekurangan orang lain tapi setelah seorang tersebut bertemu dengan orang yang dighibahi maka akan tidak tenang atau seringnya apa yg di ghibahi bisa menjadi ujian untuk dirinya sendiri , contoh kedua ketika mahasiswa yang menyontek mungkin saat itu akan terasa mudah dalam mengerjakan soal ujian tapi setelah keluar kelas maka ada perasaan bersalah dan ketika melihat nilainya yang bagus maka ada cibiran ke diri sendiri bahwasannya tidak pantas mendapatkannya, begitu juga ketika akal akalan dalam menghitung harta agar tidak kena zakat mungkin hartanya akan memenuhi keinginan dunia tapi faktanya tidak akan pernah merasa bahagia . 

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14)

Berbeda dengan rasa dalam ketaatan , ketika melakukan tholabul ilmi terasa berat baik dari materi ataupun pikiran

Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Swt. Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.” Surah al-Mujadalah: 11

Faktanya allah ta’ala yang sudah memberikan jalan dan memudahkan ketika itu untuk bisa belajar maka itu adalah sesuatu yang harus disyukuri maka dari rasa berat itu pula bisa belajar manajemen waktu prioritas ,manajemen keuangan agar tidak membebankan orang tua dan juga belajar memahami kebutuhan fisik. 

 Mungkin pernah kita mendengar ibarat pasir, batu , kerikil air dimasukan semua kedalam gelas, maka yang diatur adalah batu dulu, baru kemudian, kerikil , pasir baru air, jika sebaliknya maka kita tidak akan bisa material itu masuk ke dalam gelas secara bersamaan. 

Artinya kepenatan, kebosanan ataupun kelelahan atau rasa apapun bisa dilawan jika yang kita lakukan sudah diyakini sebagai kebaikan. Pahami dalam perspektif yang berbeda maka kita akan memahami kebaikan yang ada didalamnya.

Atau lagi permisalan ada rasa yang berat ketika ingin menolong orang , apalagi menolong orang yang pernah berbuat keburukan terhadap kita, tapi faktanya adalah dari firman Allah swt Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan. surah al baqarah: 271

Begitulah antara rasa dan fakta , jika dalam kemaksiatan dengarkan rasa hati yang tidak bisa mengingkari sebuah kemaksiatan ia akan bergejolak ketika ada kemaksiatan. Sedang rasa dalam ketaatan  tidak boleh  mengalahkan fakta, apa apa yang sudah menjadi pilihan adalah fakta sedangkan kecewa, marah, malas, sedih, adalah rasa. Apapun rasa yang sedang melanda, teguhkan dalam langkah menerima realita mendatangkan syukur, ridho dan optimis.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ

 Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran.