Catatan Bercermin dan Berpikir

Oleh : Ahmad Falhan

Beberapa minggu yang lalu sempat menjadi perhatian publik curhat seorang ibu guru yang menceritakan, bahwa suatu ketika dia bertemu dengan muridnya yang sudah menjadi dokter, namun muridnya tersebut cuek seakan-akan tidak mengenalinya sama sekali. Kemudian ibu guru pun memperkenalkan dirinya kembali. Namun sang murid hanya menjawab seadanya, seakan-akan tidak mengenalinya. Bahkan ibu guru pun sudah mengatakan kepadanya bahwa ia adalah wali kelasnya ketika di SMP. 

Pada suatu ketika sang ibu guru berjumpa dengan salah satu muridnya yang lain di bangku sekolah menengah. Saat itu motor sang ibu guru sedang mogok di tepi jalan. Sudah berkali-kali melambaikan tangan, namun tidak ada yang berhenti. Tiba-tiba secara tidak sengaja ada seseorang pengendara motor menghampirinya. Yang tidak lain adalah murid sang ibu guru ketika di SMP. Pemuda itu sedia membantunya memperbaiki motor yang sudah mogok. Temanya, ia suruh mengantarkan gurunya pulang ke penginapan tempat ia menginap. Pemuda tersebut sangat memuliakan gurunya yang telah mendidiknya semasa sekolah, sampai-sampai ibu gurunya tersebut terharu atas apa yang telah dilakukannya.

Status sosial ataupun pangkat dan jabatan bukanlah suatu jaminan yang akan menjadikan seseorang memiliki akhlak yang mulia. Banyak orang yang memiliki status sosial tinggi, namun memiliki akhlak yang tidak terpuji. Pendidikan karakter sejatinya harus ditanamkan sejak dini, baik itu di rumah ataupun di sekolah. Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah  harus berjuang menanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia kepada anak-anak didiknya. Sekolah bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan intelektual semata, namun yang lebih penting adalah dapat mengintegrasikan intelektual dan nilai-nilai spiritual yang juga mencakup moral dan akhlak. 

Ada banyak orang yang terus beribadah kepada Allah SWT, namun tidak ada perubahan pada akhlaknya. Masih suka menzalimi orang lain, mengambil yang bukan menjadi haknya. Ataupun menjadi beban bagi masyarakatnya, karena keburukan moralnya. Ada pula orang yang ketika diberi amanah, ia menyia-nyiakannya dan mengkhianatinya, dengan cara melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Sekolah sebagai basis pendidikan formal, seyogyanya tidak hanya konsen pada masalah peningkatan intelektual semata, namun juga harus betul-betul memperhatikan pendidikan akhlak bagi anak-anak didik. Sehingga di masa yang akan datang tidak ada lagi insan-insan yang cerdas dan pintar otaknya, namun bejat akhlaknya. Kita Pun tahu misi dan tujuan diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, 

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ (رَوَاهُ الْبَزَّارُ وَالْبَيْهَقِيُّ

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R. al-Bazzar dan Baihaqi)

Ketika kita dapat mengintegrasikan intelektual, iman dan spiritual, maka akan terjadi keseimbangan. Ilmu pengetahuan akan menjadi lebih bermanfaat bagi umat manusia. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan itu tunduk pada keinginan manusia. Manusia yang berakhlak mulia tentu akan menggunakan ilmu pengetahuan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia, dan bukan untuk merusak tatanan kehidupan. 

Rasa takut kepada Allah SWT telah membentengi dirinya untuk tidak berbuat hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Namun sebaliknya, ilmu yang tidak didasari oleh iman dan spiritual akan dapat mendatangkan mudharat bagi umat manusia. Apa yang terjadi dewasa ini adalah sebuah gambaran yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Yaitu, Ketika ilmu pengetahun telah disalahgunakan untuk menjadi alat penghancur dunia, seperti senjata-senjata mutakhir yang digunakan untuk propaganda peperangan di berbagai belahan dunia. Tentu yang menjadi korban adalah orang-orang yang lemah dan tertindas. Peperangan bukanlah solusi utama, bahkan selalu membawa umat manusia kepada kesengsaraan. 

Betul apa yang pernah diungkapkan oleh Prof. DR. Muhammad Imarah, seorang pemikir Islam Mesir  dalam bukunya al-Islam wal Mustaqbal, bahwa umat manusia harus bercermin kepada masa-masa keemasan Islam al-ashru al-zahabi, dimulai dari masa Rasulullah SAW sampai kepada zaman-zaman keemasan Abbasiyah. Pada abad-abad ini umat Islam telah memberikan kebaikan serta manfaat bagi dunia dan umat manusia. Karena ilmu pengetahuan benar-benar digunakan untuk kemaslahatan manusia dan alam semesta. 

Tentu tidak dapat dipungkiri kemajuan saat ini sangat erat kaitannya dengan penemuan-penemuan di zaman-zaman tersebut, semisal kontribusi penting al-Kindi (188-260 H) dalam bidang filsafat, psikologi, farmakologi, matematika, astrologi, Ibnu Sina (370-428 H) dalam bidang kedokteran, geometri, fisika, logika,  al-Ghazali (450-505 H) dalam bidang filsafat, etika dan akhlak, Ibnu Rusyd (520-595 H) dalam bidang filsafat, matematika, fisika astronomi, kedokteran, al-Farabi (872-951 M)  dalam bidang Filsafat, matematika, Astronomi, Ibnu Haitham (354-430 H)  dalam Optik, dll.

Akhirnya, manusia modern saat ini adalah cerminan dan gambaran dari pendidikannya di masa lalu, ketika mereka belajar di bangku sekolah mereka. Saatnya bagi kita untuk berubah dan membenahi sistem pendidikan kita yang mungkin terlalu bersifat materialistik. Tujuan pendidikan dan pengajaran bukan untuk mencetak manusia yang haus materi dan kekuasaan. Akan tetapi, tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah untuk memanusiakan manusia sehingga memiliki harkat  dan martabat yang mulia di sisi Allah SWT. Semoga.