Fitrah Seksualitas

Oleh : Irfa Afrini

Seksualitas adalah bagaimana seseorang bersikap, berfikir, bertindak sesuai dengan gendernya.

Fitrah seksualitas keperempuanan adalah bagaimana seseorang perempuan itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang perempuan. Fitrah seksualitas kelelakian adalah bagaimana seseorang lelaki itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang lelaki.

Secara fitrah seksualitas seseorang hanya dilahirkan sebagai lelaki atau sebagai perempuan, tidak ada jenis kelamin lainnya. 

 Disadur dalam buku fitrah based education,Gay adalah perilaku yang diakibatkan salah asuh (Psychogenic) atau salah budaya (sociogenic) bukan diakibatkan bawaan lahir atau genetik (biogenic).

Maka ,jika ada orang yang mengatakan bahwa homo atau lesbian atau lainnya adalah bawaan lahir, itu sesungguhnya ia telah menyimpang fitrahnya.

Penyimpangan fitrah seksualitas sangat beragam, seperti LGBT, kekerasan seksual dan lain lain. 

Setidaknya, kurangnya suplai ayah dan suplai ibu secara seimbang sesuai gendernya di masa anak sejak usia 0-14 tahun, akan berdampak buruk pada fitrah seksualitasnya ketika dewasa.

Dalam penelusuran Sirah Nabi SAW, ternyata memang sosok ayah dan ibu tidak boleh hilang sepanjang masa anak, sejak lahir sampai akil baligh di usia 15 tahun.

Lalu bagaimana mendidik fitrah seksualitas?

Inti mendidik fitrah seksualitas adalah terbangunnya attachment (kelekatan) serta suplai ke-ayahan dan suplai keibuan.

Usia 0-2 tahun – merawat kelekatan (attachment) awal

Anak lelaki atau anak perempuan didekatkan kepada ibunya karena ada masa menyusui. Ini tahap membangun kelekatan dan cinta.

Usia 3-6 tahun – menguatkan konsep diri berupa identitas gender

Anak lelaki dan anak perempuan didekatkan kepada ayah dan ibunya secara bersama. Usia 3 tahun, anak harus dengan jelas mengatakan identitas gendernya.

 usia 7-10 tahun menumbuhkan dan menyadarkan potensi gendernya

Ini tahap menumbuhkan identitas menjadi potensi. Dari konsepsi identitas gender menjadi potensi gender. Dari keyakinan konsep diri sebagai lelaki dan sebagai perempuan, menjadi aktualisasi potensi diri sebagai lelaki atau potensi diri sebagai perempuan pada sosialnya.

Karenanya di tahap ini, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, agar mendapat suplai “kelelakian” atau maskulinitas, melalui interaksi aktifitas dengan peran peran sosial kelelakian, misalnya diajak ke masjid, diajak naik gunung, diajak olahraga .

Bunda juga yang harus menjelaskan tentang “haid” dan fiqh perempuan, seperti mandi wajib, peran wanita dalam masyarakat, konsep tanggung jawab aqil baligh ketika anak perempuannya menjelang usia 10 tahun

Usia 11-14 Tahun – Mengokohkan Fitrah Seksualitas

Setelah fitrah seksualitas kelelakian dari anak lelaki dianggap tuntas bersama ayahnya, kini saatnya anak lelaki lebih didekatkan kepada ibunya, agar dapat memahami perempuan dari cara pandang seorang perempuan atau ibunya.

Begitupula sebaliknya, setelah fitrah seksualitas keperempuanan dari anak perempuan dianggap tuntas bersama ibunya, kini saatnya anak perempuan lebih didekatkan kepada ayahnya, agar dapat memahami lelaki dari cara pandang seorang lelaki.

Karena kelak dia akan menjadi istri dari seorang lelaki yang juga menjadi ayah dan imam bagi keluarganya.

Usia > 15 tahun

Ini masa dimana fitrah seksualitas kelelakian matang menjadi fitrah peran keayahan sejati, dan fitrah seksualitas keperempuanan matang menjadi peran keibuan sejati.

Wujudnya adalah kesiapan untuk memikul beban rumah tangga melalui pernikahan, membangun keluarga, menjalani peran dalam keluarga yang beradab pada pasangan dan keturunannya.

Maka pendidikan fitrah seksualitas tidak bisa hanya dibebankan ke sekolah sekolah. Pendidikan seksualitas ini dimulai dari pendidikan rumah.

Sebagaimana yang diajarkan Rosulullah SAW dalam pendidikan fitrah seksualitas..

حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)