Oleh: Ahmad Falhan
Salah satu ciri orang-orang bertaqwa adalah percaya kepada perkara ghaib dan hari akhir, sebagaimana disebutkan di dalam surat al-Baqarah :
الٓمٓ ١ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ٣ وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ ٤
1. Alif laam miim
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka
4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Orang-orang yang bertaqwa adalah, mereka yang selalu merasakan bahwasanya Allah SWT selalu mengawasi diri mereka setiap saat. Sehingga mereka mawas diri, takut kepada Allah dan merealisasikan cinta mereka padaNya. Yaitu dengan memperbaiki hubungan mereka dengan Allah SWT dan manusia. Tetap selalu menjaga profesionalitas dalam berbuat dan bekerja.
Berkata imam Ali bin Abi Thalib ra, sebagaimana diriwayatkan di dalam kitab at-Taqwa yang ditulis oleh IBnu Abid Dunya
التقوى هي الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والرضا بالقليل والاستعداد ليوم الرحيل.
Takwa itu ialah merasa takut kepada Dzat yang Maha Agung, beramal dengan Al-Qur’an yang diturunkan, ridho dengan (pemberian) yang sedikit, dan mempersiapkan diri untuk hari kebangkitan.
(Kitab At-Takwa, Ibnu Abid Dunya: h. 313)
Keyakinan terhadap hari akhir telah menjadikan orang yang beriman dan bertaqwa selalu istiqomah dalam beramal dan beribadah. Menjadi Motivasi yang kuat bagi mereka untuk selalu bermuhasabah, sebelum datangnya hari akhir, dimana semua amal perbuatan manusia di muka bumi ini akan dimintakan pertanggung jawabannya.
Kelak di akhirat, manusia akan ditanya tentang umurnya, bagaimana dia telah menggunakan dan memanfaatkannya, begitu pula tubuhnya, ilmunya dan hartanya. Spirit tentang muhasabah telah Rasulullah gambarkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Umar ra. Bahwasanya beliau pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang mukmin yang paling beruntung di atas muka bumi ini, maka rasulullah menjawab, adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling banyak persiapannya setelah kehidupan di dunia ini.
Hanya orang-orang yang muttaqin yang mewarisi kesalehan-kesalehan tersebut, karena mereka mempercayai perkara yang ghaib, seperti adanya hari akhir dan pembalasan.
Sebaliknya, kaum materialis atau yang disebut dengan ad dahriyyun, meminjam istilah yang dipakai oleh al-Afghani dalam kitabnya “Ar-Radd ‘ala ad-dahriyyin” (Bantahan terhadap kaum Materialis). Mereka beranggapan bahwa kehidupan makhluk akan berakhir di dunia ini saja, tidak ada hari akhirat dan pembalasan. Sebagaimana yang digambarkan di dalam al-Quran dan hadits. Aliran pemikiran ini hanya percaya kepada alam material belaka atau benda yang berwujud saja.
Di dalam surat an-Naba’ Allah SWT telah menggambarkan bagaimana orang-orang kafir Jahiliah dahulu telah meragukan tentang adanya hari akhir. Hal serupa juga terjadi di era dan zaman sekarang ini.
Allah SWT telah menyatakan di dalam surat an-Naba’, ayat 1- 5
عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ (١) عَنِ ٱلنَّبَإِ ٱلۡعَظِيمِ ( ٢) ٱلَّذِي هُمۡ فِيهِ مُخۡتَلِفُونَ ( ٣) كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ (٤) ثُمَّ كَلَّا سَيَعۡلَمُونَ ( ٥)
1. Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya
2. Tentang berita yang besar
3. yang mereka perselisihkan tentang ini
4. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui
5. kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui
Setidaknya ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir al-Thabari di dalam tafsirnya Jami’ul bayan ’an ta’wili ayil Quran tentang makna dari an-Naba’ al-adzim (berita yang besar), diantaranya adalah kenabian Muhammad SAW., hari kiamat dan hari kebangkitan, al-Quran al-azhim dan juga kematian. Orang-orang kafir itu berselisih pendapat, ada yang percaya dan ada pula yang tidak percaya, sedangkan tentang kematian, mereka semuanya bersepakat mempercayainya, karena jelas terjadi di hadapan mereka. Kemudian Allah SWT menegaskan, kelak mereka akan mengetahui dan kemudian mereka akan mengetahui. Mereka betul-betul berada dalam kesesatan yang nyata, karena telah mengingkari hari pembalasan yang benar-benar akan terjadi. Penyesalan itu tiba, di saat mereka telah menjumpai keputusan Allah SWT dan ditampakkan semua amal perbuatan yang telah dilakukan ketika berada di dunia.
Kalau seandainya Allah SWT ingin menjadikan mereka semuanya beriman, maka hal tersebut pastilah akan terjadi, karena tidak ada yang mustahil bagiNya. Akan tetapi, tidaklah Allah SWT menjadikan kematian dan kehidupan ini, kecuali untuk menguji siapa saja diantara manusia yang lebih baik amal perbuatannya. Di hadapan manusia terbentang dua jalan, yaitu, jalan kebaikan dan keburukan. Allah SWT memerintahkan mereka dengan akal dan hati mereka untuk dapat memilih jalan kebaikan, agar mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Pada dasarnya, semenjak lahir ke dunia ini, fitrah manusia adalah berserah diri kepada Allah SWT. Namun karena lalai dan lupa, manusia tergoda oleh gemerlapnya dunia, tanpa disadari pemahaman yang menyimpang dari hakikat kebenaran telah masuk ke dalam jiwa mereka. Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan di dalam hadits beliau bahwa,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Artinya: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim).
Setiap bayi yang dilahirkan ke alam dunia ini dalam keadaan suci, seperti kertas yang putih, sehingga orang tuanya menjadikan dia seorang yang beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi. Kertas yang putih, jika ditulis dengan tinta yang hitam, maka akan berwarna hitam, begitu pula jika ditulis dengan tinta yang biru, maka akan menjadi biru. Para orang tua hendaklah dapat memberikan pendidikan yang terbaik kepada anaknya, agar kelak menjadi orang yang tetap beriman dan taat kepada Allah SWT dan rasulNya.
Di dalam al-Quran, surat Luqman ayat tiga belas, Allah SWT. telah berfirman, melalui lisan Luqman al-Hakim, yang telah memerintahkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah SWT. Sebuah wujud dari pendidikaan tauhid yang harus ditanamkaan sejak dini. Ibrah atau pelajarannya harus diambil oleh semua manusia, agar mendidik anak mereka tentang keesaan Allah SWT. Bahwa di balik alam semesta ini ada Zat yang maha Agung yang mengatur semua urusan di dalamnya. Semua perbuatan manusia dan mahluk ciptaanNya tidak luput dari pengawasanNya. Betapa kecil manusia ini, jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah SWT yang tidak ada batas dan tepinya.
Ketika malaikat Jibril datang menemui Rasulullah dan menegaskan makna ihsan, maka Nabi menyebutkan, ihsan itu adalah, engkau menyembah Allah SWT. seakan-akan engkau melihatnya, namun jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Dia (Allah SWT.) melihatmu. Ketika konsep ini betul-betul melekat di dalam jiwa manusia, maka akan selalu ada rasa takut untuk berbuat dosa dan melakukan perbuatan yang tidak diridoi oleh Allah SWT.
Selaras dengan apa yang telah Allah firmankan di dalam al-Quran,
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Az-Zariyat 51:56)
Allah SWT menciptakan manuisa di dunia ini dengan tujuan agar kita beriman dan mengabdi kepadanyaNya. Karena kita lahir ke dunia ini atas kehendak Allah SWT. Maka premisnya adalah kita harus berjalan di jalan yang telah ditentukan olehNya. Tidak ada satupun mahluk hidup di dunia ini muncul atas keinginannya sendiri, kecuali telah Allah izinkan ia hidup dan berada di atas muka bumi ini. Semua makhluk ciptaannya tunduk pada takdirNya, diinginkan atau tidak diinginkan.
Semua manfaat dan mudarat tidak akan terjadi kecuali atas ketetapan Allah SWT. Sebesar apapun kekuatan dan kekuasaan makhluk di dunia ini, tidak pernah akan dapat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan kecuali atas izin Allah SWT. Seorang durjana sekelas Firaun di zaman Nabi Musa as yang mengaku dirinya tuhan, lantaran memiliki kekuasaan dan kekuatan, telah Allah hancurkan dan musnahkan. Sangat mudah sekali bagi Allah SWT untuk melakukan hal tersebut dan tidak akan ada sedikitpun kerugian bagiNya. Taat dan beribadah kepada Allah adalah kebutuhan manusia sebagai makhluk ciptaanNya. Tidak ada alasan bagi manusia untuk menjadi sombong dan angkuh, toh apa yang mereka miliki di dunia ini hanyalah titipan sementara. Di saat Pemiliknya hendak mengambilnya kembali, maka manusia pun harus ikhlas dan ridha.
Angkuh dan sombong adalah sifat yang diwariskan oleh Iblis, yang hendak menyesatkan manusia. Dengan demikian muncul setan-setan dari bentuk manusia, semisal Firaun, Qarun, Namrud yang mengaku diri mereka sebagai tuhan, bahkan menantang Allah SWT.
Maka renungkanlah bahwasanya kita hidup di dunia ini hanyalah sementara, tidak ada yang kekal dan abadi, semua yang melekat pada diri kita akan sirna dan kembali kepada Pemiliknya. Hendaklah kita pasrah kepada Allah SWT dan berikrar di hadapannya, sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kita akan kembali kepada Allah SWT.
Semua yang terjadi di dunia ini adalah sunnatullah, sejarah selalu saja terjadi berulang-ulang, semenjak zaman Nabi Adam as. sampai sekarang ini. Berbagai macam kisah telah Allah SWT. gambarkan di dalam al-Quran, agar menjadi pelajaran yang berharga bagi umat manusia. Bahkan untuk merangsang logika manusia, Allah SWT bersumpah dengan nama-nama ciptaanNya, seperti langit dan bumi.
Allah SWT menegaskan betapa Dia telah menghamparkan bumi dan meninggikan gunung-gunung, sebagai penyanggah dan pasak bumi. Allah SWT juga telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, menjadikan malam waktu untuk beristirahat dan siang untuk berusaha, mencari nafkah dan kehidupan. Tentunya agar menjadikan manusia berfikir, betapa Allah telah memberikan nikmat yang begitu besar kepada mereka. Tidak ada ungkapan yang lebih baik kecuali bersyukur kepada Allah SWT., dengan terus beriman kepadaNya. Sebagaimana yang telah Allah firmankan di dalam surat an-Naba’,
أَلَمۡ نَجۡعَلِ ٱلۡأَرۡضَ مِهَٰدٗا (٦) وَٱلۡجِبَالَ أَوۡتَادٗا( ٧) وَخَلَقۡنَٰكُمۡ أَزۡوَٰجٗا (٨ ) وَجَعَلۡنَا نَوۡمَكُمۡ سُبَاتٗا( ٩) وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ لِبَاسٗا ( ١٠)
6. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?
7. dan gunung-gunung sebagai pasak?
8. dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan
9. dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat
10. dan Kami jadikan malam sebagai pakaian
Sungguh mudah bagi Allah SWT untuk menciptakan hari pembalasan, seperti halnya Allah telah menciptakan alam semesta dan apa yang ada di dalamnya. Jika manusia betul-betul bertadabbur dan memikirkan apa yang telah Allah ciptakan, tidak mungkin ada pengingkaran terhadap janji-janji Allah SWT., yang secara kasat mata memang belum nampak di hadapan manusia.
Wallahu a’lam bishawab