Manilik Sejarah II

Oleh : Ahmad Falhan Lc, MA

Suatu ketika di musim haji, dua puluh tahun silam. Berangkat dari pelabuhan Sinai Mesir menuju kota Jeddah. Waktu itu, di atas kapal al-Salam hinggap seekor burung kecil yang ikut serta perjalanan tersebut. Ada seorang kawan Arab berkata, Maha suci Allah yang telah memperjalankan hewan kecil ini, dengan istinknya hinggap di atap kapal. Sehingga dapat melakukan perjalanan jauh. Yang tidak dapat dilakukannya sendiri, jika terbang di atas lautan yang jaraknya ribuan mil. Seingat saya, perjalanan tersebut memakan waktu sekitar tiga hari dua malam. Perjalanan yang cukup jauh dan mengesankan.

Rahmat Allah SWT selalu menyelimuti seluruh makhluknya. Tidak terkecuali hewan, Allah SWT anugrahkan pula rahmat dan kasih sayang kepadanya, seperti burung yang kecil, dapat menjelajahi lautan yang luas. Menyertai perjalanan para tamu-tamu Allah. Hikmah-hikmah yang telah Allah berikan harus kita tatap dengan mata batin. Agar dapat kita rasakan dan amalkan dalam kehidupan, menebarkan kedamaian  di bumi manapun yang kita pijak. Sebagaimana Rasulullah sabdakan, ketika hijrah ke Madinah:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المدينة انْجَفَلَ النَّاسُ إليه، فجِئْتُ في النَّاسِ لأَنْظرَ فيه، فلمَّا استبنه وجْه رسول الله صلى الله عليه وسلم عرَفتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ، فكان أوَّلُ ما تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلامٍ

Dari ‘Abdullah bin Salam, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, lalu aku mendatanginya di tengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturahmi, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.’” (HR. al-Tirmidzi)

Sikap inilah yang membuat banyak orang simpati terhadap perjuagan umat Islam. Mereka berbondong-bondong masuk Islam, lantaran melihat akhlak para sahabat-sahabat Rasulullah. Peristiwa tersebut terekam dalam sejarah penaklukan negeri-negeri yang dikuasi oleh Persia dan Romawi, sebut saja negeri-negeri Syam yang terkenal dengan perang Yarmuk. Kemenagan demi kemenangan diraih umat Islam. Sudah barang tentu tidak luput dari dukungan masyarakat setempat,  yang takjub kepada akhlak mulia umat Islam dan hendak bebas dari kezaliman orang-orang Romawi. Begitu pula yang terjadi di Mesir ataupun Irak.dll.

Buku-buku sejarah semisal al-Kamil fii al-Tarikh yang dikarang oleh Ibnu al-Atsir pernah menjelaskan, bahwa ketika hendak membangun kota Qairawan, Uqkbah bin nafi’ (wafat 683 M) beserta para sahabat-sahabatnya berdiri di atas bukit,  lalu berteriak meminta hewan-hewan buas yang ada di dalam  hutan Qairawan  keluar dan meinggalkan tempat mereka. Karena pohon-pohonnya akan ditebang dan akan dibangun kota yang megah. Dengan seizin Allah SWT,  selama tiga hari hewan-hewan tersebut keluar dari sarang mereka. Dimana kita akan menemukan akhlak yang mulia seperti ini? Kalau bukan pada generasi-generasi yang telah Allah persiapkan,  untuk membawa panji-panji Islam ke seluruh penjuru dunia. 

Bahkan di akhir abad pertama hijriah, telah terjadi surat menyurat antara Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan raja Sriwijaya. Raja Sriwijaya meminta kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk  mengirimkan orang yang dapat menjelaskan Islam. Karena di tanah Sriwijaya banyak para pedagang Arab yang datang untuk berdagang atau bermukim di Sriwijaya. Cerita ini tertulis di dalam buku sejarah dan sastra klasik, seperti kitab al-Nujum al-Zahirah fii Muluki Mishra wal-Qahirah atau kitab al-‘Iqdul Farid yang dikarang oleh Ibn ‘Abdi Rabbih atau di dalam kitab al-Hayawan yang dikarang oleh al-Jahizh. Hal ini menujukkan,  bahwa perjalanan umat Islam dalam misi dagang atau dakwah sangat berkesan di hati para penguasa dan para penduduk. Apalagi kalau bukan karena tertarik dengan tingkah laku serta akhlak mereka,  yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. 

Maka, tidak mungkin seorang Ibnu bathuthah dapat mengelilingi dunia, di barat dan di timur. Bahkan sampai di bumi Nusantara, mengunjungi Samudra Pasai dan Jawa. Beliau ceritakan dengan teliti kisah-kisah tersebut di dalam kitab Tuhfat al- Nazhar fii gharaib al-Amshar wa ajai’bi al-asfar,  seperti pertemuan beliau dengan al-Malik al-Zahir (W. 1326 Masehi) sultan kerajaan Samudra Pasai yang bermazhab Syafi’i juga sambutan masyarakatnya yang sangat memuliakan tamu mereka.

Itu adalah kisah masa lalu yang begitu indah untuk didengar dan diceritakan. Boleh kita terus bernostalgia dengan masa lalu kita yang gemilang. Namun, masa kini dan akan datang tampak lebih nyata di hadapan kita. Tinggal bagaimana kita menerjemahkan masa lalu ke dalam bingkai sekarang dan yang akan datang. Untuk dapat menampilkan Islam rahmatan lil alamin. Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam.

Wallahu ‘alam.        

 20 Juni 2022