Oleh : Ahmad Falhan
Semua orang pergi menuju ke tempat tujuan mereka masing-masing. Lalu lintas begitu padat, namun semuanya tidak dihiraukan. Asalkan mereka dapat berhari raya di kampung halaman. Rasa letih perjalanan pun seketika sirna, terbalaskan oleh kegembiraan yang membuncah di dalam hati mereka. Betapa tidak, sekian lama mereka telah berada di perantauan, tentunya memendam rasa rindu ingin bertemu orang tua dan handai taulan mereka di kampung halaman.
Mudik lebaran memang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, dengan segala daya dan upaya mereka lakukan untuk dapat merealisasikannya. Berbagai macam transportasi mereka gunakan, ada yang menggunakan kereta api, mobil, motor, bahkan kendaraan semacam bajai pun mereka dapat gunakan. Ini betul-betul fenomena yang menarik yang mungkin tidak terdapat di negara-negara lain.
Bersilaturahmi adalah perbuatan mulia yang sangat dianjurkan oleh baginda Rasulullah SAW kepada umatnya, namun tentu harus dibarengi dengan persiapan yang matang. Keselamatan adalah prioritas utama yang harus dipikirkan oleh para pemudik lebaran. Jangan sampai momen sakral dan penuh keceriaan ini berubah menjadi petaka dan kesedihan. Pekerjaan mulia tentu harus dibarengi dengan persiapan dan kesabaran tingkat tinggi.
Yang lebih utama, tentunya, sebelum melakukan safar atau perjalanan, hendaklah berdoa dan berserah diri kepada Allah SWT, memohon kepadaNya agar diberikan keselamatan di dalam perjalanan. Jika memiliki kelebihan rezeki, sejatinya dapat bershadaqah dan berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan. Selain hal ini adalah perbuatan mulia, bershadaqah juga dapat menolak bala’ dan marabahaya. Kalau seandainya tidak dapat bershadaqah dengan harta benda, maka dapat juga bershadaqah dengan perbuatan-perbuatan mulia yang lain.
Bagi para pemudik dan traveler harus tetap dapat menjaga akhlak mulia seorang muslim. Tidak merusak fasilitas umum atau melakukan pencemaran lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan. Bahkan safar yang memiliki tujuan yang baik, adalah salah satu waktu yang mustajab untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT. Maka perbanyaklah doa-doa terbaik kita ketika sedang melakukan perjalanan. Banyak meminta ampunan kepada Allah SWT, agar dosa-dosa kita yang telah lalu digugurkan oleh Allah SWT.
Momen lebaran idul fitri setelah melakukan puasa Ramadhan, adalah puncak euforia spiritual yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal bagi semua masyarakat muslim. Maka tidak ayal, jika di tepi jalan sepanjang perjalanan mudik, banyak sekali terdapat orang yang menawarkan barang dagangannya. Kedai-kedai pun banyak menyajikan kuliner khas nusantara dan juga berbagai macam minuman. Yang menarik perhatian saya saat itu adalah kedai yang menawarkan minuman secara gratis, saya pun minta dibuatkan kopi hitam khas Sumatera selatan, tanpa gula. Baru beberapa seruput diminum, badan Kembali segar, tanpa menyebabkan perut perih atau kembung. Mungkin karena kopinya asli, tanpa campuran senyawa yang lain. Atau mungkin kandungan kafeinnya tidak tinggi. Yang penting saya dan driver sangat menikmati kopi tersebut dan rasa ngantuk hilang begitu saja.
Kopi yang segar dan berkarakter itu tentunya telah banyak menemani perjalanan para pemudik, apalagi gratis alias tidak berbayar. Penulis sempat bertanya kepada pemilik kedai itu, adakah yang sudah menyokong dana untuk kegiatannya tersebut. Dia hanya mengatakan bahwa giat berbagi ini murni berasal dari kantong pribadinya. Penulis pun sangat mengapresiasi inisiatif yang sudah dilakukannya. Mungkin banyak orang yang tidak memikirkan, bahwa ada banyak cara untuk membantu orang lain. Tentunya sudah merupakan janji Allah akan melindungi dan membantu orang yang senantiasa membantu saudaranya yang lain.
Ada banyak hal yang dapat kita ceritakan tentang perjalanan mudik kita, pastinya sangat beragam dan menarik. Sebagaimana dahulu banyak di antara traveler muslim yang menuliskan kisah perjalanan mereka di dalam negeri atau jauh melintasi berbagai negara dan benua. Salah satu karya monumental yang masih dapat kita baca saat ini, adalah kitab Rihlatu Ibnu Bathuthah fii Gharaibi al-Amshar wa a’jaibi al-Asfar karya Muhammad bin Abdullah bin Bathuthah (1304-1369 M) ataupun kisah-kisah menarik maqamat yang ditulis oleh Abu Muhammad al-Qasim Ibnu Ali al-Hariri (1054-1122 M), seorang ulama dan penulis di masa kekhalifahan Abbasiyah.
Ada banyak kopi hitam nan legit lainnya yang senantiasa menemani perjalanan mudik, menambah semangat para pemudik, kendati jalan banyak berlubang, seperti halnya jalan lintas Sumatera menuju Simpang Meo atau Kawasan perbukitan Semende di daerah Muara Enim Sumatra Selatan. Semoga tradisi silaturahmi tahunan ini tetap dapat berlanjut sampai anak cucu kita, walaupun sempat tersendat pada masa wabah covid 19 beberapa tahun kemarin. Sebagaimana kopi hitam asli yang selalu menjaga cita rasa dan semangatnya, untuk tetap dapat menemani manusia dalam setiap aktivitasnya, baik ketika sedang menetap atau pun di dalam perjalanan untuk berkumpul Bersama orang-orang tercinta.
Wallahu a’lam bishawab.
Semende 28 April 2023