Oleh : Ahmad Falhan
Jika kita teliti secara mendalam isi kandungan al-Quran, maka kita akan mendapati ayat-ayat al- Quran itu terbagi menjadi tiga bagian.. Pertama. Ayat-ayat yang berbicara tentang aqidah. Kedua. Ayat-ayat yang berbicara tentang syariah. Ketiga. Ayat-ayat yang berbicara tentang akhlak.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan aqidah kebanyakan turun di Mekkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Tujuannya adalah untuk memantapkan keimanan para sahabat dan menjadi pondasi kehidupan beragama mereka, dan mengenalkan kepada manusia tentang keesaan Allah dan keagunganNya. Dialah yang wajib disembah, Tuhan yang maha esa. Konsekuensi logisnya adalah manusia harus berjalan di jalan yang telah Allah SWT tetapkan di dalam al-Quran dan sunnah RasulNya. Mengingkarinya pastilah akan mendapatkan balasan yang pedih di akherat kelak. Ayat-ayat aqidah juga banyak berbicara tentang penciptaan alam semesta serta kaitanya dengan manusia.
Sedangkan ayat-ayat yang berbicara tentang syariah kebanyakan turun di Madinah, setelah Rasulullah SAW dan para sahabat hijrah ke tempat tersebut. Yaitu setelah betul-betul tertanam aqidah yang kokoh dalam diri mereka. Jika tidak, mungkin orang-orang Arab pada waktu itu akan sulit menerima, lantaran kebiasaan-kebiasaan jahiliyah yang sudah mendarah daging pada diri mereka, seperti minum khamr, berjudi bahkan berzina.
Dengan sangat menakjubkan al-Quran turun secara berangsur-angsur. Turun ke bumi sesuai dengan situasi dan kondisi umat manusia. mengikuti skenario Allah SWT. Kalamullah tersebut secara menakjubkan telah merubah pagansi Arab serta akhlak mereka yang jahiliah menjadi masyarakat yang islami dan berperadaban agung.
Sejarawan dan sastrawan mesir Ahmad Amin (1886- 1954 M) di dalam kitab Fajrul Islam menyebutkan, bahwa Islam telah memberikan pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Faktor-faktor yang menyebabkannya adalah semangat untuk menguasai bahasa ‘Ajam (baca: Bahasa asing) yang dapat membantu proses penyebaran agama Islam. Maka Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat untuk mempelajari bahasa asing selain bahasa Arab jika memang dibutuhkan. Bahkan di saat orang-orang Arab menjadi pemimpin di daerah-daerah yang sudah dibuka atau dibebaskan, mereka terus giat belajar, membaca dan menulis, sehingga tradisi tersebut mengakar di kalangan umat Islam dan hasilnya dapat terlihat di masa-masa tadwin atau penulisan. Yaitu dimulai dari akhir masa kekuasaan Bani Umayyah atau awal masa kekuasaan Bani Abbasiyah.
Faktor yang lain adalah, bahwa al-Quran banyak menceritakan tentang nilai-nilai sejarah, kemanusian, serta ibrah yang terkandung dari kisah-kisah umat terdahulu, dengan susunan kata yang indah dan menkjubkan. Tentunya sedikit banyaknya telah memperkenalkan peradaban umat terdahulu yang menambah pengetahuan bagi umat Islam saat itu.
Faktor ketiga adalah, bahwa al-Quran mengajak umat manusia untuk berdialog tentang keimanan kepada Allah SWT., beserta sifat-sifatNya, mengajak manusia untuk berfikir dan menggunakan akal mereka. Sebagaimana Allah telah berfirman di dalam al-Quran, surat ‘Abasa ayat 24-32 :
فَلۡيَنظُرِ ٱلۡإِنسَٰنُ إِلَىٰ طَعَامِهِۦٓ(24) أَنَّا صَبَبۡنَا ٱلۡمَآءَ صَبّٗا (25) ثُمَّ شَقَقۡنَا ٱلۡأَرۡضَ شَقّٗا (26) فَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا حَبّٗا (27) وَعِنَبٗا وَقَضۡبٗا (28) وَزَيۡتُونٗا وَنَخۡلٗا (29) وَحَدَآئِقَ غُلۡبٗا (30) وَفَٰكِهَةٗ وَأَبّٗا (31) مَّتَٰعٗا لَّكُمۡ وَلِأَنۡعَٰمِكُمۡ (32)
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya(24) Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit)(25) kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya(26) lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu(27) anggur dan sayur-sayuran(28) zaitun dan kurma(29) kebun-kebun (yang) lebat(30) dan buah-buahan serta rumput-rumputan(31) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu(32)
Ayat-ayat tersebut mengajak manusia untuk berfikir dan memperhatikan alam semesta, juga membangkitkan semangat untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Butiran-butiran hikmah yang ada di dalam al-Quran telah mengubah wajah dunia menjadi lebih bercahaya, tidak hanya dengan ilmu pengetahuaan, tapi juga dengan agama Islam yang membawa kedamaian bagi alam semesta (baca: rahmatan lil ‘alamin), tidak seperti bangsa Yunani dengan filsafatnya, atau Romawi dengan hukum pemerintahannya yang cenderung diktator dan zalim.
Bagian ketiga dari kandungan al-Quran adalah tentang akhlak. Pada hakekatnya adab dan akhlak adalah sebuah tatanan yang sempurna di dalam agama Islam, yang tidak bertentangan dengan akal maupun fitrah manusia. Ada tiga komponen akhlak yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pertama, adalah akhlak yang berkaitan dengan indifidu, seperti istiqamah, menjaga kehormatan, qana’ah dan sabar. Kedua, yang berhubungan dengan muamalah, baik dengan keluarga atau orang lain, seperti amanah, kejujuran, rendah hati, kasih sayang dll. Ketiga, adalah akhlak ketika menghadapi musuh, seperti sabar, keteguhan hati dan keberanian.
Pada dasarnya aqidah dan syariah itu selalu bersinergi dengan akhlak, karena Allah SWT. tidak menurunkan syariah kecuali untuk menjamin dan menjaga akhlak manusia agar menjadi lebih mulia sesuai dengan martabat yang telah Allah berikan kepada mereka.
Di dalam sebuah syair Amru Ma’di Karib pernah berkata:
لَيْسَ الجَمالُ بِمِئْزَرٍ،… فاعْلَمْ، وإِنْ رُدِّيتَ بُرْدَا
إِنَّ الجَمالَ مَعادِنٌ… ومَناقِبٌ أَوْرَثْنَ مجدَا
Bukanlah keindahan itu pada pakaian,
maka ketahuilah walaupun dikalungkan padamu selendang yang indah
Sesungguhnya keindahan itu adalah kemulian akhlak
Yang mewariskan kemegahan dan kejayaan
Bait syair ini selaras dengan apa yang pernah disabdakan oleh baginda Rasulullah SAW., dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: ” Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada tubuh dan bentuk kalian, akan tetapi Allah SWT melihat kepada hati dan amal kalian (HR. Bukhari)
Kemuliaan seseorang dilihat dari akhlak dan budi pekertinya. Percuma saja menjadi orang yang kaya raya, tapi buruk akhlaknya. Maka dari itulah Nabi diutus kepada umat manusia agar dapat menyempurnakan akhlak manusia.
Sebuah bangsa akan selalu mendapatkan keberkahan, jika penduduknya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.. Salah satu wujud dari ketaqwaan itu adalah berakhlak mulia. Tentu ada banyak keberkahan yang akan Allah turunkan dari langit dan bumi kepada hamba-hambanya yang bertaqwa. Sebaliknya apabila mereka ingkar kepada Allah, maka akan hilang keberkahan tersebut dalam kehidupan mereka.
Seyogyanya manusia harus selalu menjadikan kemulian dan kehormatan tetap pada diri mereka, tidak merendahkan atau menjatuhkannya, karena ulah perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah SWT..
Wallahu a’lam bisshawab