Oleh: Lasmardi Iswondo
(Alumni STIU DIA Tahun 2016)
Tahdzir artinya memperingatkan dari yang membahayakan atau yang menakutkan. Belakangan kata ini juga sering dipergunakan dengan maksud untuk mewanti-wanti agar menjauhi seseorang. Hal ini bisa dicek di pencarian Google terhadap kata tahdzir.
Penulis tidak sedang membahas soal fenomena saling tahdzir. Meskipun ini adalah fenomena yang mengundang keprihatinan tersendiri.
Penulis ingin mengurai soal tahdzir dalam Al Qur’an, terutama yang disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 30. Allah SWT berfirman, yang artinya:
“(Ingatlah) pada hari (ketika) setiap jiwa mendapatkan (balasan) atas kebajikan yang telah dikerjakan dihadapkan kepadanya, (begitu juga balasan) atas kejahatan yang telah dia kerjakan. Dia berharap sekiranya ada jarak yang jauh antara dia dengan (hari) itu. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya. Allah Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.”
Dalam ayat ini, Allah mentahdzir (memperingatkan) manusia. Bukan terhadap siapa-siapa. Akan tetapi terhadap diri-Nya sendiri (dijelaskan dalam tafsir, bahwa yang dimaksud adalah terhadap siksa-Nya).
Pertanyaannya, mengapa disebutkan sifat Allah yang Ro’uuf (Maha Penyayang), setelah peringatan Allah terhadap siksa-Nya tersebut?
Ro’uuf berasal dari kata ro’fah. Yang maknanya kasih sayang. Rohmah pun juga sama maknanya kasih sayang. Akan tetapi ro’fah ini lebih khusus.
Kalau rohmah, bentuknya tidak selalu kebaikan, musibah pun juga bentuk rohmah. Seseorang yang dihukum karena dosa atau kejahatannya, itu juga bentuk rohmah. Agar timbul efek jera dan mencegah kejahatan serupa, baik oleh pelaku atau yang lainnya. Sang pelaku pun dengan hukuman tersebut, akan terbebas dari hukuman di Akhirat kelak. Itulah rohmah dalam hukuman.
Akan tetapi kalau ro’fah, itu menghendaki seseorang tidak tertimpa keburukan. Karenanya dalam surat An-Nur ayat 2, kata ro’fah yang disebut, bukan rohmah. Karena dalam penegakan hukum Allah, manusia tidak boleh ada ro’fah, sehingga timbul kasihan dan tidak terlaksana hukum Allah bagi yang bersalah. Padahal di balik penegakan hukum itu, sebenarnya ada hikmah dan rohmah Allah juga.
Maka itu dalam Ali Imran: 30 tadi, ketika Allah menyebut Ro’uuf (yang memiliki ro’fah), maknanya adalah Allah itu sayang kepada hamba-Nya, tidak ingin hamba-Nya itu mendapat siksa-Nya lantaran kesalahan mereka sendiri. Maka itu Allah mentahdzir (memperingatkan) mereka terhadap siksa-Nya. Dan itu adalah bentuk sayangnya Allah.
Hal yang demikian seperti orang tua yang tidak ingin terjadi keburukan pada anaknya di masa depan. Tidak ingin suatu saat harus menghukum mereka karena kesalahan yang mereka lakukan sendiri. Karena itu orang tua tersebut menasihati, dan jika perlu memberikan peringatan. Kadangkala ada anak yang tidak mengerti dengan peringatan itu, padahal sebenarnya itu adalah bentuk kasih sayang orang tua.
Kalaulah sang anak mengerti, maka mereka akan makin sayang pada orangtuanya. Begitu pula manusia jika mengerti peringatan Allah, maka akan makin sayang dan cinta pada-Nya, dan mengikuti ajaran-Nya yang diajarkan lewat Nabi-Nya.
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Terjemahan QS Ali Imran: 31)