Refleksi kita 3

Oleh : Ahmad Falhan

Spirit ombak memang sejak dahulu telah memberikan semangat kepada banyak orang, tidak terkecuali seorang penyair besar di awal abad dua puluh, Ahmad Syauqi Beik (1868-1932 M), yang juga dipanggil oleh para penyair Arab dengan sebutan Amiru al-Syu’ara’. Ketika itu (1915 M) beliau tengah diasingkan oleh pemerintah Inggris ke sebuah tempat di pesisir Spanyol bagian selatan. Acap kali beliau memandangi deburan ombak yang menerjang tepi. Pandangan sang penyair menembus jauhnya lautan yang telah menghantarkan ombak yang begitu indah dan menawan. Teringatlah beliau masa-masa indah di kampung halaman, yaitu ketika masih berada di dalam istana al-Khedive Mesir. Dalam syairnya beliau berkata, 

اِختِلافُ النَهارِ وَاللَيلِ يُنسي         اُذكُرا لِيَ الصِبا وَأَيّامَ أُنسي

Pergantian siang dan malam telah menjadikan manusia lupa, ingatkanlah aku wahai sahabat tentang masa kecil dan keindahannya

وَصِفا لي مُلاوَةً مِن شَبابٍ          صُوِّرَت مِن تَصَوُّراتٍ وَمَسِّ

dan ungkapkan kepada ku tentang masa-masa muda yang dihiasi oleh khayalan dan dan imajinasi 

عَصَفَت كالصَّبَا اللَعوبِ وَمَرَّت               سِنَةً حُلوَةً وَلَذَّةُ خَلسِ

Berhembus lembut seperti angin sepoi-sepoi penuh dengan keceriaan, kegembiraan dan harapan yang indah

Kenangan-kenangan menghirup udara segar di tanah air terus muncul di dalam alam pikiran beliau, yang sekarang telah diharamkan baginya. Sementara orang asing begitu asyik masyuknya menghisap kekayaan negerinya. Nampaknya sejarah terus berulang, apa yang terjadi pada era tersebut juga terjadi di era sekarang ini. Alam indah Spanyol yang dahulu disebut dengan tanah Andalusia pelan-pelan ikut menyertai renungan- renungan penulis kitab al-Syauqiyat ini. Beliau mencoba merefleksikan kembali kejayaan Islam di negeri ini. Kalau kita baca kitab Nafhu al-Thibi min Ghushni al-Andalusi al-Rathib yang ditulis oleh Aḥmad ibn Muḥammad al-Maqqarī al-Tilmisānī (1577-1632 M) maka kita akan menemukan bahwa Thariq bin Ziyad (670- 720 M) telah dihantarkan oleh ombak dan gelombang lautan ke daratan spanyol, disusul kemudian oleh bangsawan Bani Umayah yang kelak  mewariskan inspirasi besar dalam kemajuan umat Islam selama delapan abad lamanya dan Bangsa Eropa sampai saat ini. Merupakan sebuah bukti yang otentik, bahwa ombak di lautan telah banyak memberikan inspirasi besar dalam kemajuan peradaban anak manusia. 

Kalau kita pikirkan kembali bahwa Allah SWT telah mengutus angin untuk menggerakkan dan menghembuskan ombak,  menghantarkan banyak kafilah dagang  yang membawa misi dakwah ke berbagai belahan dunia. Ombak tersebutlah yang telah menghantarkan Ahmad Syauqi Beik ke tempat pengasingan dan telah merubah kepribadian beliau, dari penyair istana menjadi penyair rakyat, menyertai setiap perjuangan dalam menghadapi penjajah. 

Namun, di samping pengembaraan penegak keadilan, ada pula penganjur kezaliman dan penjajahan yang telah dibawa oleh ombak dan angin samudra, sehingga mereka mencengkramkan kuku-kuku penjajahan di benua Asia. Sebut saja bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris. Selama beberapa abad lamanya mereka mengeruk sumber daya alam yang ada di benua ini. Tidak hanya itu saja, mereka juga mengeksploitasi sumberdaya manusianya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tenaga manusia tidak dihargai, kecuali hanya dengan makanan yang tidak cukup dimakan sehari.

Inspirasi ombak harus sejalan dengan hati nurani manusia, karena semuanya diciptakan Allah SWT untuk kemaslahatan seluruh alam semesta dan juga manusia. Tidak terkecuali ombak manapun, termasuk juga ombak pantai anyer yang tidak jauh dari jalan raya yang dahulu dibangun oleh Herman Willem Daendels (21 Oktober 1762 – 2 Mei 1818) sampai ke Panarukan, yang baru beberapa hari yang lalu kita kunjungi. Ombak yang telah banyak memikat banyak pengunjung, menggerakkan sampan dan speed boat, bahkan memberikan nafkah kehidupan bagi orang-orang yang bergiat di sekitaran pantai. Tentunya ombak tidak menghantam tepi dengan sendirinya, tapi ada mesin pendorong alami yang telah membawanya, yaitu angin. Semakin kencang berhembus maka akan semakin kuat pula daya hantam ombak tersebut.

Seyogyanya diskusi-diskusi kita di tanah anyer betul-betul melahirkan kerja besar, namun tentunya harus didorong oleh spirit perjuangan yang besar pula. Sebagaimana angin krakatau telah menghantarkan ombak dan menggerakkan denyut kehidupan di tepian pantai. Tidak mustahil dari sintesa yang kita pikirkan akan terwujud menjadi kenyataan di masa-masa yang akan datang.

Wallahu a’lam bishawab

Penulis  pernah menjadi ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI) korda Cairo 2004-2005