Pesona sungai 

Oleh : Ahmad Falhan

Pesona sungai memang sangat menarik bagi siapa saja yang menikmatinya, di Mesir misalnya, ada sungai Nil yang membelah kota Kairo, menyusuri perkampungan-perkampungan yang indah. Membentang dan melewati beberapa Negara, diantaranya adalah Mesir, Sudan Selatan, Republik Sudan, Ethiopia, Eritrea, Urganda, Kongo, Kenya, Tanzania, Rwanda dan Burundi. Daerah-daerah yang berdekatan dengan sungai Nil dipastikan tanahnya subur, maka banyak orang-orang yang mengangkut tanah-tanah tersebut  dan membawanya ke tempat pemukiman yang gersang untuk ditanami berbagai macam tanaman yang bermanfaat. 

Manfaat sungai bagi masyarakat sangatlah besar, bahkan menjadi urat nadi kehidupan. Contohnya penduduk Mesir yang sangat bergantung kepada sungai Nil, mereka memanfaatkan air sungai Nil untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Hal ini tentu disebabkan oleh curah hujan di Negeri Kinanah ini yang memang sangat sedikit, maka mau tidak mau harus menyuling air sungai Nil, kemudian dialirkan ke setiap penjuru negeri Mesir. Tercemarnya air sungai Nil merupakan bencana besar bagi negeri ini, tentu dengan seluruh daya upaya makhluk ini harus tetap bersih dan tidak terkontaminasi oleh limbah-limbah berbahaya.

Disamping manfaatnya yang banyak bagi kehidupan, sungai Nil juga memiliki pesona wisata yang sangat indah. Jika kita lihat dari kejauhan airnya nampak biru, dihiasi oleh gelombang-gelombang kecilnya yang menyihir pandangan, apalagi jika ada sekelompok burung yang terbang merendah di atasnya, sesekali menyambar-nyambar ikan yang tak luput dari pandangannya.

Memang sejak zaman lampau sungai Nil sudah menyimpan banyak kisah yang menakjubkan. Tempat dimana Nabi Musa dihanyutkan oleh sang ibu tercinta untuk menyelamatkannya dari pembantaian Firaun yang kejam, yang berniat membunuh setiap bayi Bani Israil yang lahir ke dunia. Namun atas kekuasaan Allah SWT Nabi Musa kecil hidup di dalam istana Firaun. Sementara raja yang mengaku tuhan ini tetap merasa aman dari kehancuran, padahal anak kecil (baca: nabi Musa) yang diasuh di dalam istananya kelak akan menghancurkan kekuasaannya. Maka betul apa yang diungkapkan di dalam pepatah Arab :

من مأمنه يؤتى الحذر    

Dari rasa aman, kehati-hatian datang

Sementara Firaun merasa aman dari perbuatan-perbuatannya yang sangat zalim, tidak menghiraukan nasehat dan petuah-petuah bijak dari Nabi Musa as yang diutus Allah SWT, untuk mengajaknya beriman dan mengesakan Allah, dengan perkataan-perkataan yang lemah lembut. Kezaliman Firaun telah mengekalkan dirinya menjadi manusia terburuk sepanjang masa. Jasadnya yang sudah dimumikan (baca: diawetkan) sejak ribuan tahun yang lalu masih tersimpan di museum Mesir,  untuk menjadi pelajaran bagi umat manusia.

Sejatinya manusia tidak terlena dalam kezaliman, apalagi merasa aman dari azab  Allah SWT. Jika Allah menghendaki, kapan saja dapat mendatangkan bencana kepada mereka, pada saat-saat yang tidak terduga. Bahkan pada saat mereka sedang tertidur pulas bencana dapat datang dengan cepat, sebagaimana disebutkan di dalam kitab al-Hikam yang menyebutkan sebuah hadits dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda:


 لَا يُغْنِي حَذَرٌ مِنْ قَدَرٍ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ، وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، وَإِنَّ الْبَلَاءَ لَيَنْزِلُ فَيَتَلَقَّاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Kewaspadaan tidak ada gunanya dalam menghadapi takdir. Doalah yang berguna untuk mengantisipasi musibah yang turun maupun yang belum turun. Sesungguhnya musibah ketika turun dihadapi doa dan keduanya bertarung hingga hari kiamat.”

Sungai adalah cerminan masa depan, semua kehidupan ada di dalamnya. Hendaklah kita melestarikan dan menjaganya, agar kebaikan-kebaikannya tetap dapat dirasakan sampai anak cucu kita. Biarkan ia terus mengalir, memberikan manfaat kepada umat manusia.

Seperti halnya di negeri kita, pesona sungai jangan sampai pudar oleh lajunya pembangunan dan limbah perkotaan. Sungai tetaplah menjadi bagian dari peradaban umat manusia, menjadi saksi sejarah dalam setiap era dan zaman. Mengembalikan fungsinya untuk kemaslahatan umat manusia bukanlah sebuah keniscayaan. Alangkah naifnya kalau kita hanya melihat sungai sebagai kontributor banjir yang sangat meresahkan masyarakat. Terutama di ibu kota kita tercinta Jakarta, yang umurnya hampir mendekati lima ratusan tahun. Kalau pemerintah kolonial Belanda dulu dapat menata sungai dengan baik, mestinya kita yang merupakan pemilik sah negeri ini harus lebih baik dari mereka. Tentu dengan menjadikannya sebagai pesona yang indah, bukan tempat membuang sampah atau limbah yang dapat mengotorinya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran al-A’raf ayat 56:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

wallahu a’lam bisshawab.