Oleh : Ahmad Falhan Lc, MA
Hari belumlah terang, udara masih terasa sejuk, kendaraan belum begitu padat merayap. Ada beberapa orang sedang berjalaan kaki, menuju ke tempat kerja, pergi ke pasar, ada pula yang sengaja berolahraga. Di sebelah kiri dan kanan jalan menjulang gedung-gedung raksasa. Mungkin ini sedikit ilustrasi kota Jakarta, di pagi hari yang masih sejuk.
Namun tidak beberapa lama setelah itu, akan ramai manusia berpacu dengan irama kota Jakarta yang cepat, seperti cepatnya alunan melodi music rock. Akhir-akhir ini, ada yang menarik untuk dilihat di banyak sudut dan tepi jalan kota Jakarta, yaitu, ucapan selamat hari jadi kota Jakarta. Semoga tetap berdiri kokoh dan selalu diliputi oleh keberkahan. Maju kotanya bahagia warganya, selogan yang selau didengungkan oleh bapak gubernur. Hal ini mengingatkan kita kepada perkataan seorang filosof, sejarahwan dan penulis Amerika William James Durant (1885 M.- 1981M.), beliau mengatakan dalamThe Story of Civilization, “Bahwa peradaban akan berjalan dengan baik, jika negara dalam keadaan kondusif dan masyarakatnya merasa aman dari rasa takut”. Rasa aman akan dapat mendorong banyak kreatifitas manusia secara materi dan inmateri. Sebagaimana kelasifikasi Ibnu Kholdun (1332 M-1406 M.), bahwa pradaban yang berupa materi misalnya adalah bangunan-bangunan fisik, sementara peradaban yang bersifat inmateri seperti budaya dan kesenian.
Kalau kita telusuri lebih jauh tentang penamaan kota Jakarta, maka kita akan temukan, bahwa nama Jakarta adalah kependekan dari kata jayakarta dalam bahasa Sansekerta, yang berarti kota kemenangan. Nama yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah, atau dalam bahasa Arab disebut dengan Fathan Mubina (kemenangan yang gemilang). Yaitu setelah menyerang dan berhasil menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527 dari Portugis.
Artinya, dibalik penamaan kota Jakarta, tersemat cerita perjuangan umat Islam dalam menghadapi penjajah ( baca: Portugis) yang hendak membangun benteng pertahanan dan menguasai Sunda kelapa. Tidak luput pula di balik nama besar kota Jakarta tersimpan kisah perjuangan umat Islam dalam menegakkan keadilan, dan usaha untuk melenyapkan penjajahan di tanah Jawa, sebut saja perjuangan pasukan Mataram Islam dalam mengusir VOC di Batavia (1628 dan 1629). Spirit perjuangan masa lampau harus tetap kita warisi dan tumbuh di dalam diri kita, agar tercipta negeri yang adil dan makmur baldatun thayyibatun waRabbun ghafur. Syaratnya adalah mencari rezeki dengan jalan yang halal, serta bersyurkur atas nikmat yang Allah telah berikan kepada kita. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan di dalam al-Quran, surat Saba’ ayat 15:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُور.
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (Q.S. Saba’:15)
Bersyukur dengan cara mengikuti perintah Allah SWT dan rasulnya, dan menjauhi segala larangannya, agar tidak mendapatkan kemurkaanNya, seperti yang dialami oleh kaum Saba ribuan tahun silam’. Allah SWT telah mengganti nikmat yang mereka terima dengan azab serta kesusahan. Tepat apa yang dikatakan oleh al- Imam al- Qurtubi di dalam Tafsirnya, bahwa setiap negeri yang ada di dalamnya empat hal berikut ini, maka penduduknya akan terjaga. Pertama, pemimipin yang adil. Kedua, ulamanya selalu berada dalam jalan kebenaranan. Ketiga, tokoh-tokohnnya selalu mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaraan. Keempat, wanita-wanitanya menjaga kehormatan diri mereka, menutup aurat mereka dan tidak bersolek seperti orang-orang di zaman Jahiliyah. Menurut al- Imam al- Qurtubi, jika empat hal tadi terpenuhi maka penduduknya akan terjaga dari kehancuran dan selalu dekat dengan keberkahan dan kesejahteraan. Sebagaimana dialami oleh umat Islam di zaman al-Khulafau al-Rasyidin, mereka adalah contoh terbaik bagi ummat di sepanjang zaman .
Di balik nama besar Jakarta, sejatinya selalu tersimpan narasi yang besar pula, yang dapat menyatukan seluruh potensi yang ada di dalam setiap individu masyarakat. Karena kita adalah hidup dalam saatu ikatan yang tidak dapat dipisahkan, dan saling membutuhkan satu sama lain. Ibnul Qayyim dan diikuti oleh Ibn Khaldun mengatakan,
الإنسان مدني بالطبع
Manusia adalah makhluk sosial
Seorang pemimpin tentu membutuhkan rakyatnya, begitu juga sebaliknya. Begitu juga dengan kita, membutuhkan petani dan pedagagang, demikian sebaliknya. Berarti manusia tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Meminjam istilah Aristoteles “ zoon politikon” manusia adalah mkhluk sosial.
Dengan menyatukan seluruh potensi, tentu akan lengkap usaha kita dalam menghiasi dunia yang fana ini, seperti yang pernah diungkapkan oleh Fakhruddin al- Razi dalam Tafsir Kabirnya. Beliau mengatakan:
الدنيا بستان زينت بخمسة أشياء: علم العلماء وعدل الامراء وعبادة العباد وأمانة التجار ونصيحة المحترفين
Dunia ini ibaratnya sebuah taman, yang dihiasi dengan lima hiasan kehidupan , yaitu
Ilmunya para ulama , keadilan para pemimpin , kesungguhan ahli ibadah, amanahnya para pedagang atau saudagar, dan nasihat /para professional.
Selamat hari jadi kota Jakarta, Maju kotanya bahagia warganya.
Wallau a’lam bisshowab.
Jakarta, 23 Juni 2022