Review : Letters From Turkey Karya Faris BQ

Oleh: Sunaryanto, M.Sos*


Saya membeli buku insipiratif dengan judul “Letters From Turkey” yang ditulis oleh Faris BQ. Selain buku ini saya juga pengagum menunggu Novel karya dosen muda ini “Cinta Tiga Benua”. Saya mendapatkan satu buku dan satu novel tersebut saat masih kuliah di semester akhir S1. Buku bersampul dengan warna merah berjudul “Letters From Turkey” ini saya beli dari seorang teman kost kebetulan dia menjadi mahasiswa Mas Faris BQ.
Saya cari buku tersebut di rak buku sampai saat ini belum ketemu. Saya ingat lagi entah kemana buku tersebut hilang. Seingat saya dipinjam seorang teman namun lupa dikembalikan. Kehilangan buku yang inspiratif bagi saya seperti kehilangan uangan ratusan ribu. Bahkan kehilangan buku ini “Letters From Turkey” merasa menyedihkan bagi saya.
Saya tidak hendak menulis resensi buku yang ditulis oleh senior saya Mas Faris BQ. Sepertinya beliau tidak mengenal saya namun saya mengenal beliau melalui buku yang ditulis. Saya mengagumi gaya bercerita Mas Faris lewat buku ini. Membaca bukunya saya membayangkan menjadi dirinya menjadi lelaki yang melintasi benua. Jalan cerita yang dituliskan oleh Mas Faris begitu mengena dalam hati saya.
Saya tidak pernah bertemu Mas Faris dan bahkan saya tidak pernah sekalipun mengikuti seminar menulis dari beliau. Namun saya mengambil ide dan gagasan penting pemikiran Mas Faris dari Buku “Letters From Turkey”. Kisah cintanya dan tentunya kisah perjalanan intelektualnya dari dari Al-Azhar, ke UI dan selanjutnya ke Turkei benar-benar menginspirasi saya. Sebagai mahasiswa perantuan yang miskin, saya terinpirasi oleh perjalanan intelektual Mas Faris. Saat membaca buku Mas Faris saya masih belajar menulis dan bermimpi melanjutkan pendidikan setinggi mungkin seperti beliau
Apa hikmah dari buku Mas Faris dan kisah saya ini? Membaca buku merupakan satu usaha membangun peradaban satu bangsa. Tentu tidak hanya satu bangsa, membaca buku merupakan ikhtiar membangun peradaban Islam yang mengalami kemunduran. Tentunya tidak hanya membaca, setelahnya yang paling penting adalah menuliskannya. Mewariskan pemikiran sebagai basis pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui buku-buku bermutu.
Seperti apa peradaban Islam saat ini jika ulama kita dulu tidak menulis buku (misalnya Tafsir Ibnu Katsir, Sosiologi Ibnu Khaldun, Filsafat Al-Ghazali dll)? Atau misalnya ulama kontemporer Buya Hamka yang tidak pernah mendapatkan pendidikan tinggi namun bisa menulis 100 karya khususnya Tafsir Al-Azhar. Bahkan, seorang pemikir sosialis bernama Tan Malaka dengan bukunya berjudul “Madilog”, bukunya saat ini masih diburu oleh para pecinta pemikir sosialis. Para ulama Islam dan tokoh sosialis ini sudah mati, namun gagasan dan pemikiran mereka tetap hidup melalui buku yang ditulis olehnya Maka, sejatinya peradaban Islam maupun peradaban lain misalnya sosialis dibangun atas dua landasan penting yaitu membaca dan menulis.
Iqro’ menurut pandangan Prof Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Wahyu Al-Qur’an” tidak hanya sekedar membaca. Iqro’ merupakan satu usaha menggali informasi di alam semesta ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteran umat manusia. Namun, perlu ditekankan pada akhirnya pengembangan ilmu pengetahuan ini tujuan akhirnya adalah agar manusia menjadi makhluk yang bertakwa kepada Allah SWT. Maka membaca kemudian menulis adalah ikhtiar penting dalam mengembalikan bangunan peradaban Islam.
Saat ini generasi muda sedang gandrung dengan budaya populer. Media sosial (misal tik-tok, YouTube, Instagram dll) menjadi bagian gaya hidup (life style) generasi muda Muslim. Mereka lebih senang berlama-lama bermain di media sosial. Kondisi ini sepertinya menjadikan mereka lalai dalam belajar khususnya membaca dan menulis. Indikatornya, terdapat mahasiswa yang terlambat dan gagal menulis skripsi. Padahal, teknologi sudah memberikan kemudahan untuk mengakses berbagai jurnal dan buku secara online.
Gagasan membaca dan menulis buku seperti “Letter’s From Turki” inilah yang harus dihadirkan kembali pada generasi muda. Buku bisa menjadi inspirasi dalam kehidupan seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan. Bahkan buku masih menjadi entitas penting dalam membangun peradaban umat manusia. Sudah saatnya, generasi muda saat ini kembali dikenalkan dengan karya bermutu seperti buku Mas Faris BQ. Agar nantinya generasi muda tumbuh minat dan semangat dalam membaca dan menulis buku sebagai jalan membangun peradaban Islam.

*Penulis adalah dosen STIU DIA Al-Hikmah Jakarta.