Oleh : Lasmardi Iswondo, S.Th.I
(Alumni STIU DIA Tahun 2016)
Hari ini 23 Juli, kita kembali memperingati Hari Anak Nasional. Di tengah fenomena “SCBD” (Singkatan dari Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok), yang sekarang menjadi ajang “Citayam Fashion Week.”
Kebetulan hari ini juga bertepatan hari Sabtu, yang merupakan hari berkumpulnya keluarga. Banyak keluarga yang mungkin merencanakan hang out (nongkrong bareng) bersama. Namun banyak juga anak-anak yang memilih hangout dengan teman-temannya, seperti yang dilakukan anak-anak Citayam di wilayah Sudirman tersebut. Entah ikut tren, atau sekedar ingin merasakan keseruan berkumpul di sana.
Sebagai sebuah fenomena sub urban, mungkin wajar saja. Karena Jakarta sebagai tempat yang memiliki daya tarik, akan mengundang seluruh orang untuk mendatanginya. Apalagi dengan sarana transportasi yang murah seperti kereta.
Tapi kalau kita membahas dari sisi anak dan keluarga, maka ada hal yang layak dievaluasi. Ada beberapa pihak yang mempertanyakan ketika rame-rame remaja kumpul di sana, lalu keluarganya kemana? Bapak Ibunya apa responnya? Bukankah anak-anak dan para remaja ini seharusnya masih dalam bimbingan orang tua?
Apalagi laku yang dipertontonkan, tidak memperlihatkan selayaknya remaja yang beradab. Ada yang berbaju mini, berpelukan rapat, dan berlaku bucin (budak cinta). Dan itu yang justru menjadi viral dan mengundang penasaran.
Maka di momen Hari Anak Nasional inilah kita ingin kembali merenungi posisi keluarga, yang seharusnya menjadi tempat tumbuh anak yang sehat.
Yaitu pada dasarnya yang menjadi hak anak dari orangtuanya, bukan hanya terkait nafkah saja. Tapi ada pula hak anak untuk mendapatkan pendidikan adab yang baik terkait ibadah dan akhlak.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW,
أدّبوا أولادَكم على ثلاث خصالٍ: حُب نبيَّكم، وآل بيته، وقراءة القرآن» رواه الديلمي
yang artinya: “Ajarilah anak-anakmu, tiga hal penting: 1) Mencintai Nabimu, 2) Mencintai keluarga Nabi, 3) Membaca Al Qur’an. (HR. Ad-Dailami)
Demikian renungan singkat. Wallahu a’lam.