Oleh Ahmad Falhan
Sengaja atau tidak, Setiap kali selesai sholat, pandangan tertuju kepada salah satu ornamen kaligrafi yang sangat indah. Bertuliskan ayat al-Quran yang disulam dengan benang-benang yang membentuk huruf-huruf Arab. Sehingga menciptakan tulisan ayat al-Quran yang dapat menggugah hati orang yang membacanya. Begitulah mukjizat al-Quran yang dapat dirasakan oleh umat manusia, walaupun hanya dengan membaca atau mendengarnya, tanpa memahami isi kandungannya. Tidak heran jika Sayyidina Umar bin Khattab ra tersentuh hatinya ketika membaca surat Thaha di hadapan saudarinya Fatimah binti Khattab ra. Bagaimana tidak, dengan intuisi bahasanya yang tinggi, beliau dapat merasakan getaran mukjizat kalamullah yang suci itu. Sehingga beliau mendapatkan hidayah untuk masuk Islam dan menjadi sahabat Rasulullah SAW.
Pada dasarnya ketika al-Quran diturunkan, orang-orang Arab pada saat itu dapat merasakan keindahan bahasa al-Quran, dengan kemampuan Bahasa Arab yang Allah SWT anugerahkan kepada mereka. Namun karena sifat angkuh dan sombong, mereka tutup hati mereka untuk menerima hidayah. Sementara bukti-bukti kerasulan Muhammad sudah sangat jelas. Hanya orang-orang yang hatinya bersih dan ikhlas yang langsung menerima dakwah Rasulullah SAW, seperti Sayyidina Abu Bakar al- Shiddiq ra. Beliau tanpa ragu menerima ajakan Nabi Muhammad untuk masuk Islam. Sosok yang sudah beliau kagumi semenjak masa-masa kecil di kota Mekkah. Beliau banyak menyaksikan keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW, sebagaimana dipaparkan oleh Jalaluddin al-Suyuthi di dalam kitab karangan beliau Tarikh al-Khulafa. Beliau pula yang selalu berada bersama Rasulullah di setiap kesempatan, baik dalam peperangan, perjalanan atau ketika sedang menetap. Semua harta beliau diinfakkan untuk perjuangan umat Islam, tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Allah SWT..
Menampilkan ayat-ayat al-Quran dalam bentuk tulisan kaligrafi yang indah, adalah bukan keniscayaan dapat membuka pintu-pintu menuju hidayah Allah SWT.. Berapa banyak orang yang mendapatkan hidayah Islam lantaran menyaksikan keindahan yang ada di dalam agama ini. Sebut saja Seorang maurice Bucaille (1920 M-1998 M), ahli bedah spesialis di bidang gastroenterologi dan pengarang berkebangsaan Prancis, dapat mmenemukan hidayahnya, melalui penelelitian beliau terhadap jasad Firaun yang dipinjamkan oleh pemerintah Mesir kepada pemerintah Prancis, untuk dipelajari, diteliti dan dianalisis. Maurice menemukan kebenaran fakta yang ada dengan kisah yang disampaikan al-Quran, mengenai tenggelamnya jasad Firaun ke dalam laut merah. Rupanya di dalam jasad Firaun tersebut masih terkandung zat garam yang umurnya sudah ribuan tahun yang silam.
Kejelian dalam berdakwah harus dimiliki oleh seorang dai’. Sarana apapun yang dapat digunakan untuk menjelaskan esensi dari agama kita ini, haruslah digunakan dan dimanfaatkan.
Dalam sebuah ungkapan disebutkan,
المادة مهمة ولكن الطريقة اهم من المادة
Materi Pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting daripada materi pembelajaran.
Menyampaikan risalah Islam tentu harus dengan tekad dan kesabaran tingkat tinggi. Sementara Allah SWT tidak pernah lupa membentangkan kepada mereka jalan menuju kemenangan. Maka berdakwalah dengan kalimat-kalimat yang terukur, sesuai dengan kadar pengetahuan orang-orang yang dihadapi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran, surat An-Nahl ayat 125:
اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S.An-Nahl: 125)
Ayat ini menegaskan kepada kita, agar tetap berdakwah, mengajak ke jalan Allah SWT dengan cara yang disesuaikan dengan kondisi umat, agar dapat dipahami dengan mudah. Tidak lupa pula daengan cara yang lemah lembut, penuh kasih sayang. Jika ada perdebatan dengan orang-orang musyrik atau ahli kitab, seyogyanya dapat membantu mereka dengan cara yang baik, seperti dialog-dialog Nabi Ibrahim dengan kaumnya, mengajak mereka berfikir, agar mengakui kesalahan mereka dan memperbaikinya, sehingga mereka menemukan jalan kebenaran.
Akhirnya, aku tetap pandangi tulisan kaligrafi itu, seraya berharap ayat-ayatnya merasuk ke dalam sanubari setiap insan yang memandangnya. Kaligrafi-kaligrafi semial itu, seyogyanya tidak hanya menghiasi dinding-dinding rumah Allah SWT saja, tapi juga melampaui semua ruang dan waktu, agar banyak manusia yang memandangnya dengan penuh ketakjuban dan keinsafan. Wallau a’lam bisshawab.
Jakarta, 14 Juni 2022