Catatan Bercermin 2 (Mencari Jalan Hidayah)

Oleh : Ahmad Falhan

Kira-kira pada musim panas, dua puluh satu tahun silam di masjid al-Azhar Kairo Mesir, ada seorang pemuda yang terlihat bingung, sepertinya orang ini datang dari belahan dunia Barat. Tepat saja ketika saya dan beberapa teman kuliah di Universitas al-Azhar sedang beristirahat di pelataran masjid, pemuda tersebut menghampiri dan menyapa kami. Kemudian dengan ramah ia memperkenalkan dirinya dan mengatakan, bahwa ia datang dari Kanada. Negeri yang cukup jauh, sama juga seperti kami, para pelajar yang sedang menuntut ilmu pada saat itu di negeri para nabi. Setelah berbincang beberapa saat lamanya, pemuda tersebut bercerita tentang masalah hidupnya yang membuat dirinya tertekan, diantaranya adalah kehidupan rumah tangganya yang selalu mengalami kegagalan. Sehingga membuatnya frustasi dan ingin mencari ketenangan jiwa. 

Entah angin apa gerangan yang membawanya bertemu dengan para pelajar di masjid yang mulia tersebut. Tempat yang telah melahirkan banyak ulama sekaliber al-Syeikh Muhammad Abduh (1849-1905 M), al-Syeikh Rasyid Ridla (1865-1935 M), al-Syeikh Ahmad Mustafa al-Maraghi (1883-1952 M), al-Syeikh Mahmud Shaltut (1893-1963 M), dll. Seorang teman berkebangsaan Bahrain mencoba memberikannya nasehat dengan cara mengajaknya berdialog, agar dapat mencerna sedikit demi sedikit ajaran Islam yang membuat manusia menjadi lebih bermartabat dan berakhlak mulia. Tidak seperti kehidupan dunia Barat yang sangat hedonis, materialistis  dan kapitalis. Mengingatkan kita kepada tulisan al-Allamah Abu al-Hasan al-Nadwi (1913-1999 M) dalam bukunya Madza Khasiral alam binhithathil Muslimin, beliau mengatakan, bahwa agama orang-orang di dunia Barat sudah berubah menjadi kenikmatan-kenikmatan duniawi yang semu. Mereka jauh lebih sering pergi ke tempat hiburan daripada ke rumah-rumah ibadah. Mereka menyangka bahwa masalah-masalah hidup akan dapat terselesaikan dengan bersenang-senang dan berhura-hura. Tapi yang terjadi sebaliknya, mereka malah semakin depresi, ada pula yang sampai bunuh diri. Hal tersebut Nampak jelas dalam filem-filem Barat yang banyak mengangkat tema-tema tentang gangguan jiwa ataupun depresi.

Penulis sudah lupa nama pemuda Kanada tersebut, sebut saja Mr. George yang sedang mencari kebenaran, sama seperti Gregorius Theodorus, seorang Panglima Perang tentara Romawi yang akhirnya masuk Islam, setelah bertemu dengan Khalid bin Walid Ra di sela-selah istirahat dalam peperangan Yarmuk, kemudian bergabung ke dalam barisan pasukan umat Islam dan Allah SWT takdirkan beliau mati syahid dalam peperangan tersebut.

Mungkin banyak lagi orang seperti Mr. George, terlahir di dalam keluarga non muslim, kemudian mengikuti agama orang tuanya. Namun Allah SWT membuka mata hatinya untuk mencari hidayahNya, walaupun harus melalui perjalanan yang cukup panjang untuk mencapai kebenaran. Keinginan yang kuat adalah modal terbesar dalam hidup ini untuk mendapatkan keberuntungan dan kesuksesan, seperti halnya sahabat Rassulullah SAW, Salman al-Farisi Ra, yang pergi meninggalkan kampung halamannya di tanah Persia, hidup terlunta-lunta di negeri orang lain, namun pada akhirnya Allah SWT takdirkan beliau berjumpa dengan Rasulullah SAW di kota Madinah dan menjadi seorang sahabat Rasulullah. Beliau sangat terkenal dengan ide pembuatan parit atau Khandak yang mengitari kota Madinah saat perang Ahzab. 

Ada pula orang yang mempelajari Islam, namun memiliki tujuan untuk menanamkan keraguan di dalam hati umat Islam, bahkan memisahkan mereka dari esensi Islam yang sesungguhnya. Manusia semisal mereka akan semakin menjauh dari hidayah, dan Allah SWT maha mengetahui siapa saja diantara hambanya yang mendapatkan petunjukNya, sebagaimana di dalam al-Quran surat al-An’am ayat 125 disebutkan:

فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ

Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman(Q.S al-An’am: 125) .

Cahaya Islam adalah nikmat terbesar bagi umat manusia yang harus diterima dengan sebaik-baiknya. Sejarah mencatat dengan baik kehancuran manusia yang  tidak mau menerima hidayah Allah SWT dan menentang dakwah para nabi, sebut saja Namrud, Firaun, Qarun, kaum Ad, kaum Tsamud, bangsa Madyan. Mereka dihancurkan karena kesombongan dan penentangan mereka terhadap agama Allah SWT. Hidayah bisa datang dari arah mana saja, tanpa terduga. Bertiup lembut dan masuk ke dalam dada manusia, menentramkan jiwa yang sedang gundah gulana, sebagaimana disebutkan di dalam al-Quran: 

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْٓا اِيْمَانًا مَّعَ اِيْمَانِهِمْ ۗ وَلِلّٰهِ جُنُوْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ۙ 

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana; (QS. Al-Fath: 4)

Seyogyanya kita harus lebih bersyukur, karena kita terlahir di dalam keluarga muslim. Rasa syukur itu kita wujudkan dalam totalitas ibadah kita, baik yang bersifat vertikal ataupun horizontal. Semestinya kita betul-betul mengemban misi khairu ummah yang dinisbatkan kepada kita, umat nabi Muhammad SAW. Misi tersebut adalah  mengajak manusia kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran dan beriman kepada Allah SWT.